Menurut Tita, peredaran pil yang termasuk ke dalam obat daftar G tersebut perlu diberantas dan dicegah. Sebab selama ini yang menjadi konsumen terbesar pil koplo merupakan kalangan pelajar.
“Pil koplo tergolong murah, sehingga terjangkau bagi para pelajar. Tentu saja dampak dari penyalahgunaan obat-obatan tersebut dapat merusak generasi muda kita,” kata Tita dihubungi.
Pihaknya lantas melayangkan apresiasi terhadap upaya Polsek Karangpilang yang belum lama ini berhasil mengamankan 45 ribu butir pil koplo dari tangan dua orang kurir.
Berangkat dari sini, Tita berharap polisi terus melakukan pendalaman dan mengungkap kasus serupa lainnya.
“Peredaran pil koplo di Surabaya akhir-akhir ini cukup meningkat. Untuk itu pihak kepolisian harus terus meningkatkan kewaspadaan,” tuturnya.
“Dan kita berharap, dalam penangkapan yang dilakukan oleh anggota kepolisian Karangpilang terus dilakukan pendalaman agar penyalahgunaan dan seluruh jaringan peredaran obat-obatan jenis narkotika ini bisa ditangkap hingga ke akar-akarnya,” sambung Tita.
Kendati demikian, menurutnya, polisi tak bisa bekerja sendirian. Namun diperlukan pula dukungan dari elemen masyarakat untuk berperan aktif memberantas penyalahgunaan pil koplo.
Caranya yakni, dengan mengawasi lingkungan tempat tinggal atau orang-orang terdekat dari konsumsi obat berbahaya itu.
“Jika kedapatan membawa, menyimpan atau mengkonsumsinya tanpa resep dokter, maka kita harus berusaha untuk menegur dan mengingatkan. Sebab berbahaya untuk kesehatan. Dalam hal ini tentu saja pihak kepolisian tidak bisa bekerja sendirian tanpa ada bantuan dari masyarakat,” terangnya.
Disampaikan Tita, ancaman hukuman kurir pil koplo tidak main-main. Begitu pula pemakai pil koplo. Para tersangka dapat dijerat Pasal 114 ayat (1), Subsider Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ancamannya yakni, hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp8 miliar.
Selain itu, juga bisa dijerat dengan pasal Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3), Subsider Pasal 197 yo Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun.
(Alf)