Prasasti Canggu (Trowulan 1) yang dialih aksarakan oleh Prof Boechari menjelaskan bahwa Surabaya merupakan kawasan tepi sungai tempat penyebrangan sungai atau bandar pelabuhan era Pemerintahan Majapahit. Prasasti Canggu menginformasikan mengenai lokasi pelabuhan Surabaya,yang mana dalam teks prasastinya ditetapkan desa-desa pelabuhan tepi sungai di sepanjang Bengawan Solo dan sungai Brantas.
Hujung Galuh sendiri pada masa Pemerintahan Majapahit sudah tidak dikenali lagi,bisa dikatakan hilang.Wilayah Hujung Galuh berada di era Raja Airlangga,jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri.Tentunya Hujung Galuh dan Surabaya merupakan dua tempat yang berbeda,termasuk berbeda masa.
Ada pemakanaan keliru tentang Surabaya yang harus diluruskan.Makna Surabaya bukanlah ikan Hiu dan Buaya lalu bergelut,namun gabungan dari dua kata yang berasal dari bahasa Jawa Kuno yakni "Cura" yang berarti berani dan "Bhaya" yang berarti bahaya. Dua kata ini jika di gabungkan menjadi sebuah kalimat,secara filologi memiliki arti Berani Menghadapi Bahaya.
Nama Surabaya tidak pernah berubah sendari dulu hingga kini.Surabaya tetaplah Surabaya sejak era klasik hingga kota madya.Di usianya yang lebih dari lima abad,Surabaya bukanlah tanpa arti melainkan penuh dimensi .Generasi Z Surabaya harus paham interval waktu tempat mereka dibesarkan,agar tidak kehilangan arah.
(SHC)