Surabaya, - Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VII Jawa Timur memastikan upaya penelusuran terkait dugaan penyimpangan dalam pelayanan pengurusan jabatan fungsional dan akademik (jafa).
Tidak hanya itu, LLDIKTI VII Jatim juga siap bekerja sama dengan inspektorat untuk menguak oknum-oknum yang bermain di dalamnya.
Hal ini menyusul temuan dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses pengajuan jabatan guru besar (gubes), yang mana tak terlepas dari peran serta asesor atau tim penilai angka kredit (PAK) nasional bersama oknum di internal LLDIKTI VII Jatim.
Disampaikan Kepala LLDIKTI VII Jatim Prof Dyah Sawitri, pihaknya mengecam keras dan sangat menyayangkan dugaan penyimpangan tersebut.
Menurutnya, LLDIKTI VII Jatim sebagai lembaga pendidikan terus berkomitmen untuk menjunjung tinggi integritas. Sebab, saat ini pihaknya sedang dalam pembangunan Zona Integritas (ZI) agar terwujud wilayah bebas korupsi dan birokrasi bersih melayani.
"Menyikapi informasi yang belakangan ini santer diberitakan terkait dugaan pungli dalam layanan pengajuan jabatan guru besar, maka kami di LLDIKTI VII Jatim akan melakukan penelusuran internal secara komprehensif untuk mencari tahu siapa oknum yang bermain di dalamnya. Di samping itu, kami juga siap bekerja sama dan membuka diri apabila inspektorat turut serta dalam melakukan penyelidikan," kata Prof Dyah dihubungi, Jumat, 9 Agustus 2024.
Prof Dyah menegaskan, seluruh layanan akademik di LLDIKTI VII Jatim tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis. Sehingga dirinya mengimbau kepada insan akademis agar tak keliru dalam menangkap informasi yang berseliweran. Dia ingin masyarakat melakukan kroscek sebelum menjadi korban pungli.
Di sisi lain, Prof Dyah menekankan bahwa praktik pungli merupakan bentuk korupsi yang patut diberantas. Terlebih, menyusup di dunia pendidikan. Karena itu, Prof Dyah berharap masyarakat ikut berpartisipasi dan pro aktif melaporkan jika mendapati praktik pungli di LLDIKTI VII Jatim.
"Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, transparansi, dan akuntabilitas. Semua ini dilakukan untuk membumikan semangat anti korupsi. Oleh sebab itu, kami berharap masyarakat ikut membantu melawan praktik-praktik yang dapat mencederai nilai luhur akademik. Adukan kepada kami melalui lapor.go.id jika mendapati praktik pungli," pungkasnya.
Seperti diketahui, fenomena profesor abal-abal atau jabatan gubes yang diraih dengan cara-cara curang menjadi bola panas yang terus menggelinding.
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek hingga sekarang masih melakukan upaya pengungkapan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengajuan jabatan tertinggi di dunia pendidikan itu.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, agar bisa mulus dalam meraih jabatan gubes, para calon profesor perlu merogoh kocek Rp 200-300 juta.
Uang tersebut diserahkan ke jaringan sindikat gubes abal-abal yang melibatkan asesor, oknum LLDIKTI VII Jatim, dan oknum di kementerian.
Nominal tersebut belum termasuk pemenuhan syarat khusus yakni, sebuah karya ilmiah atau jurnal internasional bereputasi. Untuk satu jurnal dibanderol Rp60 sampai 75 juta di luar Rp 200 juta tersebut.
(*)