Surabaya,- Kisah pilu datang dari pasangan suami istri (pasutri) asal Banyu Urip Wetan Tengah, Karnoto (37) dan Irnawati (37).
Buah hati yang membawa kebahagiaan bagi keluarga ini, nyawanya melayang usai mendapat penanganan medis dari IGD Rumah Sakit (RS) Tingkat III Brawijaya.
Balita AL, putra ketiga Karnoto dan Irnawati yang baru berusia 4 bulan, diduga meninggal dunia akibat malpraktik oleh tenaga kesehatan (nakes) RS yang beralamat di Jalan Kesatrian 17, Surabaya itu.
"Saya masih ingat betul kejadiannya. Anak saya yang hanya sakit batuk-pilek, sore itu meninggal dunia secara tidak wajar setelah mendapat penanganan di IGD rumah sakit," ujar Karnoto, Rabu, 26 Februari 2025.
Sembari menahan air matanya, Karnoto mulai menceritakan momen pahit itu. Ia mengulang kejadian ketika AL mendapat penanganan medis di IGD pada Jumat, 29 November 2024 lalu.
Waktu itu, kata Karnoto, AL yang kondisinya mulai lemas dan muntah-muntah dibawa kembali ke RS Tingkat III Brawijaya.
Ketika ditangani oleh dokter dan perawat, AL sempat disuntik menggunakan cairan berwarna merah. Lalu, tangan kiri AL juga ditusuk jarum infus.
Namun selang beberapa menit kemudian, Karnoto dan istrinya dibuat histeris. Pasalnya, mulut AL tiba-tiba berbusa. Dari lubang hidungnya keluar darah. Karnoto hampir tak percaya melihat kondisi putranya itu.
"Sama dokter dan perawatnya itu disuntik berkali-kali, nggak tahu dikasih cairan apa, terus anak saya, Ya Allah, tiba-tiba keluar darah dari hidungnya sama mulutnya berbusa, kondisinya malah menjadi semakin memburuk," beber Karnoto sambil terisak.
Balita AL pun dinyatakan meninggal sekira pukul 18.00 setelah 30 menit berada di IGD. Karnoto dan istri tertunduk lemas mendapati fakta itu. Isak tangis seketika pecah. Dokter beserta perawat yang saat itu bertugas pun terlihat gemetar.
Irnawati menambahkan, sehari sebelumnya, AL sempat dirujuk di rumah sakit yang sama. Tepatnya pada Kamis, 28 November 2024. AL didiagnosa batuk-pilek oleh dokter poli anak. Diberikan lah 3 jenis obat serbuk untuk diminumkan.
Irnawati menyebut telah meminumkan obat itu sesuai dengan anjuran dokter. Tidak lebih, tidak kurang. Namun keesokan siangnya, balita AL menunjukkan gejala lemas hingga muntah-muntah.
"Awalnya mau saya bawa ke klinik dokter umum saja. Lalu suami cari pinjaman uang untuk berobat. Karena nggak dapat pinjaman itu, akhirnya saya bawa kembali anak saya ke RS Tingkat III Brawijaya," jelas Irnawati.
Irnawati tak menyangka, hari itu merupakan hari terakhir AL ditimang-timang. Padahal paginya, AL masih terlihat ceriwis. Aktif digendongan Irnawati maupun ketika di ranjang.
Kepergian AL lantas meninggalkan duka yang mendalam. Karnoto dan Irnawati berusaha menempuh jalur hukum. Akan tetapi upayanya mendapat tekanan dari banyak pihak.
"Kita sempat melapor ke polsek, tapi ditekan, laporan kita dipersulit," jelas Irnawati.
Sejak kematian AL, Karnoto bersama istri berusaha mencari keadilan. Ke polisi, menghadap wali kota dan wakil wali kota, hingga minta pendampingan dari lembaga bantuan hukum (LBH).
Keluarga ini menilai, rumah sakit kurang kompeten dalam merespons kesehatan AL. Bahkan, sampai saat ini rekam medis AL tak disampaikan secuil pun, mulai dari diagnosa awal hingga penyebab kematiannya.
"Kita hanya ingin menuntut keadilan seadil-adilnya," tandas Irnawati.
Sementara itu, berdasarkan informasi tertulis yang diterima Memorandum, Letkol CKM dr Sandhi Fitriardi SpS selaku kepala RS Tingkat III Brawijaya memaparkan bahwa bayi tersebut datang ke IGD pada Jumat, 29 November 2024 pukul 17.31.
Setelah itu, dengan hasil semua tindakan medis yang dilaksanakan, Sandhi menyebut rumah sakit sudah bertindak sesuai dengan prosedural.
"Pasien bayi meninggal dikarenakan kondisi pasien bayi saat ke IGD sudah buruk dan terjadi sumbatan jalan napas berat akibat cairan," ucapnya.
Lebih lanjut, Sandhi menjelaskan bahwa kondisi bayi setelah meninggal dunia mengeluarkan darah dari hidung disebabkan jaringan kekurangan oksigen saat bayi mengalami penurunan kesadaran.
Sedangkan kondisi lebam pada tubuh bayi dinilainya hal fisiologis yang terjadi dalam waktu lebih dari 5 jam setelah bayi meninggal.
"Untuk pemberian resep obat sudah sesuai dengan indikasi dan aman bagi bayi," kata Sandhi melalui keterangan tertulisnya.
(Alf)