Surabaya, –Jum'at (22/03/2025), Komunitas Saung Indonesia kembali menggelar Saung Rasa (Bincang Sastra) dengan menghadirkan diskusi mendalam tentang Sehidup Semati, kumpulan puisi karya Sanjunisme. Acara yang berlangsung secara daring ini menghadirkan Sanjunisme sendiri sebagai penulis, bersama Aya Canina, seorang penyair yang juga akan mengulas karya tersebut. Diskusi ini dipandu oleh Zahra Agustin dari Komunitas Sastra Lumpur sebagai moderator.
Dalam perbincangan yang berlangsung penuh makna, Sehidup Semati dibedah sebagai karya yang menyoroti tiga tema utama: cinta, kehilangan, dan pencarian makna hidup. Puisi-puisi dalam buku ini digambarkan tidak hanya sebagai ungkapan estetis, tetapi juga sebagai refleksi emosional yang dalam. Sanjunisme membingkai cinta dalam bentuknya yang kompleks—bukan sekadar kebahagiaan, tetapi juga luka dan kehancuran.
Sementara itu, kehilangan hadir sebagai pengalaman eksistensial yang membentuk perjalanan manusia.
Aya Canina menyoroti bagaimana puisi-puisi dalam Sehidup Semati menghidupkan metafora dan simbolisme yang kuat, seperti "pintu surga yang terinjak kasar" dan "kebun mawar yang terus bersemi meskipun orang yang ditunggu tak pernah kembali.
" Simbolisme ini memperkuat narasi tentang harapan dan kenyataan yang kerap berbenturan dalam kehidupan.
Sebagai moderator, Zahra Agustin mengarahkan diskusi ke ranah yang lebih filosofis, membahas bagaimana pencarian makna dalam puisi-puisi Sanjunisme menggambarkan ketidakpastian hidup yang tetap harus dijalani,"ucap Aya,Sabtu (22/03/2025).
Ia juga mengajak peserta untuk mendalami bagaimana struktur puisi bebas dalam buku ini memberikan ruang bagi ekspresi emosional yang lebih luas.
Di penghujung acara, Sanjunisme mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Terbit Mini, program penerbitan yang akhirnya menjadi pintu bagi dirinya untuk menerbitkan buku solo setelah bertahun-tahun hanya terlibat dalam antologi. Ia juga mengapresiasi rangkaian bincang sastra yang dilakukan oleh Saung Indonesia dan komunitas sastra lainnya, yang telah membuka ruang diskusi serta memperkaya pemahaman terhadap karya sastra.
Acara Terbit Mini ini menjadi salah satu agenda rutin yang semakin berkembang menuju lebih baik sebagai platform bagi para penulis baru dan berkembang untuk menampilkan karya mereka ke khalayak yang lebih luas. Dengan dukungan komunitas sastra yang solid, diharapkan edisi-edisi Terbit Mini berikutnya dapat terus menjadi wadah bagi eksplorasi sastra yang lebih luas dan mendalam.
Adnan Guntur, Koordinator Terbit Mini, menambahkan bahwa program ini bukan sekadar tentang menerbitkan buku, tetapi juga membangun ekosistem sastra yang mendukung.
“Aku ingin Terbit Mini tidak hanya menjadi gerbang pertama bagi para penulis untuk menerbitkan karyanya, tapi juga ruang untuk tumbuh bersama, saling berbagi, dan terus menggali kemungkinan-kemungkinan baru dalam berkarya,” ujarnya.
Ia berharap agar setiap buku yang terbit tidak hanya berhenti sebagai produk, tetapi juga menjadi pemantik diskusi, refleksi, dan inspirasi bagi pembaca.
(*)